Minggu, 21 Desember 2014

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR


Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).
Dewasa ini banyak kajian baru dan menarik di bidang sumber daya manusia. Manusia dijadikan sebagai subjek dan juga objek dalam penelitian-penelitian SDM untuk mencari hal-hal baru yang dapat dijadikan sebagai sumber peningkatan kemampuan manusia itu sendiri. Salah satu aspek baru yang diungkap tentang manusia adalah OCB (Organizational Citizenship Behavior / perilaku kewargaan karyawan).
Menurut Aldag dan Resckhe, (1997), Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku suka menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satru bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku social yang positif, konstruktif dan bermakna membantu.
Organ mendefiniskan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) ditemukan sebagai alternative penkelasan pada hipotesis “kepuasan berdasarkan performance”.
Organ mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan, yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal (Podsakoff, dkk, 2000).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan :
  1. Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi
  2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak diperintah secara formal
  3. Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk uang.
Podsakoff ada tujuh jenis atau dimensi OCB yang pernah digunakan oleh para peneliti (Hannah, 2006). Ketujuh dimensi tersebut meliputi:
  1. Perilaku menolong (helping behavior), merupakan bentuk perilaku sukarela individu untuk menolong individu lain atau mencegah terjadinya permasalahan yang terkait dengan pekerjaan (workrelated problem). Organ (1983) membagi dimensi ini dalam dua kategori yaitu altruism dan courtesy,
  2. Sportsmanship, didefinisikan kemauan atau keinginan untuk menerima (toleransi) terhadap ketidaknyamanan yang muncul dan imposition of work without complaining,
  3. Organizational loyalty, merupakan bentuk perilaku loyalitas individu terhadap organisasi seperti menampilkan image positif tentang organisasi, membela organisasi dari ancaman eksternal, mendukung dan membela tujuan organisasi,
  4. Organizational compliance, merupakan bentuk perilaku individu yang mematuhi segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi meskipun tidak ada pihak yang mengawasi,
  5. Individual initiative, merupakan bentuk self-motivation individu dalam melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui standar/level yang ditetapkan. Organ (1983) menamakan dimensi ini sebagai conscientiousness dan mengatakan bahwa dimensi ini sulit dibedakan dengan kinerja in-role,
  6. Civic virtue, merupakan bentuk komitmen kepada organisasi secara makro atau keseluruhan seperti menghadiri pertemuan, menyampaikan pendapat atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi,
  7. Self-development. George dan Brief mendefinisikan dimensi ini sebagai bentuk perilaku individu yang sukarela meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sendiri seperti mengikuti kursus, pelatihan, seminar atau mengikuti perkembangan terbaru dari bidang yang ia kuasai (Podsakoff, 2000).
  8. Sementara ada empat faktor yang mendorong munculnya OCB dalam diri karyawan. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional dan perilaku pemimpin (Podsakoff, 2000). Karakteristik individu ini meliputi persepsi keadilan, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan persepsi dukungan pimpinan, karakteristik tugas meliputi kejelasan atau ambiguitas peran, sementara karakteristik organisasional meliputi struktur organisasi, dan model kepemimpinan.
Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-masingnya bersifat unik, yaitu:
  1. Altruism, kesediaan untuk menolong rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya dalam situasi yang tidak biasa,
  2. Civic virtue, menyangkut dukungan pekerja atas fungsi-fungsi administratif dalam organisasi,
  3. Conscientiousness, menggambarkan pekerja yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab lebih dari apa yang diharapkan,
  4. Courtesy, perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain,
  5. Sportsmanship, menggambarkan pekerja yang lebih menekankan untuk memandang aspek-aspek positif dibanding aspek-aspek negative dari organisasi, sportsmanship menggambarkan sportivitas seorang pekerja terhadap organisasi.
Dalam pengukuran ini menggunakan skala Morison dalam Dwi (2007) yang dapat dijadikan sebagai kisi-kisi instrumen yang dijelaskan sebagai berikut:
Kategori 1 Altruism meliputi:
  1. Perilaku membantu orang tertentu,
  2. Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat,
  3. Membantu orang lain yang pekerjaannya overload,
  4. Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta,
  5. Membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat mereka tidak masuk
  6. Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pekerjaan,
  7. Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta,
  8. Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki permasalahan,
  9. Membantu pelanggan dan para tamu jika mereka memiliki permasalahan,
Kategori 2 Consceintiousness meliputi:
  1. Kehadiran, kepatuhan terhadap aturan dan sebagainya,
  2. Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai,
  3. Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada musim ataupun lalu lintas dan sebagainya,
  4. Berbicara seperlunya dalam percakapan ditelepon,
  5. Tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan,
  6. Datang segera jika dibutuhkan,
  7. Tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6 hari,
  8. Kategori 3 Civic Virtue meliputi:
  9. Kemauan untuk bertoleransi tapa mengeluh,
  10. Menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat,
  11. Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi,
  12. Tidak mengeluh tentang segala sesuatu,
  13. Tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya.
Kategori 4 Cortesy meliputi:
  1. Keterlibatan dalam fungsi –fungsi yang membantu organisasi,
  2. Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image organisasi,
  3. Memberikan perhatian terhadap pertemuan yang dianggap penting,
  4. Membantu mengatur kebersamaan secara departemental,
Kategori 5 Sportmanship meliputi:
  1. Menyimpan informasi tentang kejadian atau perubahan dalam organisasi,
  2. Mengikuti perubahan dan perkembangan dalam organisasi,
  3. Membaca dan mengikuti pengumuman organisasi,
  4. Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi.
Manfaat Organization Citizenship Behavior
  1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
  • Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut,
  • Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok.
  1. OCB meningkatkan produktivitas manajer
  • Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja,
  • Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.
  1. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan
  • Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan,
  • Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting,
  • Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut,
  • Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.
  1. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok
  • Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok
  • Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang
  1. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja
  • Menampilkan perilaku eivie virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok,
  • Menampilkan perilaku eourtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
  1. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik
  • Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik,
  • Memberi eontoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan keeil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.
  1. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
  • Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan eara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja,
  • Karyawan yang eonseientiuous eenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi seeara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja.
  1. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan
  • Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan eepat,
  • Karyawan yang seeara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi,
  • Karyawan yang menampilkan perilaku eonseientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
LEADERSHIP


Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
  1. Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu .
  1. Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
  1. Rauch & Behling, 1984, 46
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama.
  1. Jacobs & Jacques, 1990, 281
Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan.

Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa “inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan (leadership) adalah suatu proses yang dilakukan manajer perusahaan untuk mengarahkan (directing) dan mempengaruhi (influencing) para bawahannya dalam kegiatan yang berhubungan dengan tugas (task-related activities), agar bawahannya tersebut mau mengerahkan seluruh kemampuannya-baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu tim, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan.
Fungsi-fungsi kepemimpinan meliputi kegiatan dan tindakan sebagai berikut:
  1. Pengambilan keputusan
  2. Pengembangan imajinasi
  3. Pendelegasian wewenang kepada bawahan
  4. Pengembangan kesetiaan para bawahan
  5. Pemrakarsaan, penggiatan dan pengendalian rencana-rencana
  6. Pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
  7. Pelaksanaan keputusan dan pemberian dorongan kepada para pelaksana
  8. Pelaksanaan kontrol dan perbaikan kesalahan-kesalahan
  9. Pemberian tanda penghargaan kepada bawahan yang berprestasi
  10. Pertanggungjawaban semua tindakan
Menurut Stoner ada dua gaya kepemimpinan yang biasa digunakan oleh seorang pemimpin dalam mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya, yaitu :
  • Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
Dalam gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin akan mengarahkan dan mengawasi bawahannya agar bekerja sesuai dengan yang diharapkan pemimpinnya. Kepemimpinan gaya ini lebih mengutamakan keberhasilan dari pekerjaan yang hendak dicapai dari pada perkembangan kemampuan bawahannya.
  • Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerja
Gaya kepemimpinan ini berusaha mendorong dan memotivasi pekerjanya untuk bekerja dengan baik. Para pekerja diikutsertakan dalam mengambil keputusan yang menyangkut tugas. Dengan demikian hubungan pekerja dan atasannya dapat terjaga dengan baik, saling percaya dan saling mempercayai.

Menurut Koontz, O’Donnell dan Weihrich, gaya kepemimpinan dapat digolongkan berdasarkan cara pemimpin dengan menggunakan kekuasaannya, antara lain :
  1. Otokratik, pemimpin dengan gaya otokratik pada umumnya memberikan perintah-perintah dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Para komandan militer di medan perang umumnya menerapkan gaya ini. Pemimpin yang menerapkan gaya ini tidak memberikan cukup waktu kepada para bawahan untuk bertanya dan hal ini lebih sesuai pada situasi yang memerlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Gaya ini juga cocok untuk diterapkan pada situasi di mana pimpinan harus cepat mengambil keputusan sehubungan adanya desakan para pesaing. Gaya otokratik ini tidak selalu jelek seperti persepsi orang selama ini. Untuk menghadapi anggota tim yang malas, tidak disiplin, susah diatur, dan selalu menjadi trouble maker, gaya kepemimpinan otokratik sangat tepat untuk digunakan oleh seorang ketua tim.
  2. Demokratik atau Partispatif, pemimpin dipandang sebagai orang yang tidak akan melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan bawahannya. Jadi pemimpin mengikutsertakan pendapat bawahannya sebelum mengusulkan suatu kegiatan atau keputusan.
  3. Free Rein (gaya bebas terkendali), pada umumnya pemimpin memposisikan dirinya sebagai konsultan bagi para bawahannya dan cenderung memberikan kewenangan kepada para bawahan untuk mengambil keputusan. Dengan gaya ini seorang pemimpin lebih menekankan kepada unsur keyakinan bahwa kelompok pekerja telah dapat dipercaya karena seringnya menyampaikan pendapat dan gagasannya, telah mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mengetahui bagaimana mengerjakannya sehingga pemimpin hanya tut wuri handayani (broad based management). Pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator melalui pemberian informasi dan sebagai orang yang berhubungan dengan kelompok lain.

Seorang pemimpin yang efektif tidak ditentukan oleh gaya atau tipe kepemimpinan yang digunakan dalam memimpin kelompok, tetapi tergantung pada cara menerapkan tipe/gaya kepemimpinan tersebut pada situasi yang sesuai.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah :
  1. Directing. Gaya yang tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
  2. Coaching. Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
  3. Supporting. Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
  4. Delegating. Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya.

BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli 
  • Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
  • Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
  • Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
  • Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
  • Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.­­­­
Level Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
Artefak 
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka

Hakikat Budaya Organisasi

Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
  • Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
  • Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
  • Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
  • Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
  • Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
  • Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
  • Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

SUMBER-SUMBER BUDAYA ORGANSASI

Tosi, Rizzo, Carroll (1994) mengatakan bahwa budaya organisasi dipengaruhi oleh empat factor, yaitu: (1) pengaruh umum dari luar yang luas, (2) pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat (societal values), dan (3) factor-faktor spesifik dari organisasi, (4) nillai-nilai dari kondisi dominan.
  1. Pengaruh eksternal yang luas. (Broad external influences). Mencakup factor-faktor yang tidak dapat dikedalikan oleh organisasi, seperti lingkungan alam (adanya empat musim atau iklim tropis saja) dan kejadian-kejadian bersejarah yang membentuk masyarakat (sejarah raja-raja dengan nilai0nilai feudal). 
  2. Nilai-nilai budaya dan budaya nasional (soctetal values and national culture). Keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas (misalnya kebebasan individu, kolektivisme, kesopansantunan, kebersihan, dan sebagainya). 
  3. Unsur-unsur khas dari organisasi (organization specifis elements). Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam usaha mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Penyelesaian yang merupakan ungakapan dari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan. Keberhasilan mengatasi masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. Misalnya masalah menghadapi kesulitan usaha, biaya produksi terlalu tinggi, pemasaran biayanya tinggi juga, maka dicari jalan bagaimana penghematan di segala bidang dapat dilakukan. Jika ternyata upayanya berhasil, biaya produksi dapat diturunkan demikian juga biaya pemasaran, maa nilai untuk bekerja hemat (efisien) menjadi nilai utama dalam perusahaan. Dalam sumber budaya yang ketiga di atas, unsure-unsur khas dari organisasi, kita temukan konsep budaya organisasi dari Schein.
Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
  • Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
  • Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
  • Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
  • Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
  • Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Menciptakan Budaya Organisasi   
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga hasil. Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu: 
  1. Model peran yang visibel 
Karyawan akan melihat sikap dan perilaku manajemen puncak (Top Manajemen) sebagai acuan / landasan standar untuk menentukan perilaku dan tidakan - tindakan yang semestinya diambil.
  1. Komunikasi harapan etis 
Ambiguitas etika dapat diminimalisir dengan menciptakan dan mengkomunikasikan kode etik organisasi.
  1. Pelatihan etis 
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar