Perilaku
Organisasi adalah
suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana seharusnya perilaku
tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap kinerja
(baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).
Dewasa
ini banyak kajian baru dan menarik di bidang sumber daya manusia.
Manusia dijadikan sebagai subjek dan juga objek dalam
penelitian-penelitian SDM untuk mencari hal-hal baru yang dapat
dijadikan sebagai sumber peningkatan kemampuan manusia itu sendiri.
Salah satu aspek baru yang diungkap tentang manusia adalah OCB
(Organizational
Citizenship Behavior
/ perilaku kewargaan karyawan).
Menurut
Aldag
dan Resckhe,
(1997), Organizational
Citizenship Behavior
merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat
kerja. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku suka
menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra,
patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja.
Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah
satru bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku social yang positif,
konstruktif dan bermakna membantu.
Organ
mendefiniskan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak
berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan
bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat
bahwa Organizational
Citizenship Behavior
(OCB) ditemukan sebagai alternative penkelasan pada hipotesis
“kepuasan berdasarkan performance”.
Organ
mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas
(discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat
penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan
mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan
sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan
peran atau deskripsi jabatan, yang secara jelas dituntut berdasarkan
kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal
(Podsakoff,
dkk, 2000).
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational
Citizenship Behavior
(OCB) merupakan :
- Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi
- Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak diperintah secara formal
- Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk uang.
Podsakoff
ada tujuh jenis atau dimensi OCB yang pernah digunakan oleh para
peneliti (Hannah, 2006). Ketujuh dimensi tersebut meliputi:
- Perilaku menolong (helping behavior), merupakan bentuk perilaku sukarela individu untuk menolong individu lain atau mencegah terjadinya permasalahan yang terkait dengan pekerjaan (workrelated problem). Organ (1983) membagi dimensi ini dalam dua kategori yaitu altruism dan courtesy,
- Sportsmanship, didefinisikan kemauan atau keinginan untuk menerima (toleransi) terhadap ketidaknyamanan yang muncul dan imposition of work without complaining,
- Organizational loyalty, merupakan bentuk perilaku loyalitas individu terhadap organisasi seperti menampilkan image positif tentang organisasi, membela organisasi dari ancaman eksternal, mendukung dan membela tujuan organisasi,
- Organizational compliance, merupakan bentuk perilaku individu yang mematuhi segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi meskipun tidak ada pihak yang mengawasi,
- Individual initiative, merupakan bentuk self-motivation individu dalam melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui standar/level yang ditetapkan. Organ (1983) menamakan dimensi ini sebagai conscientiousness dan mengatakan bahwa dimensi ini sulit dibedakan dengan kinerja in-role,
- Civic virtue, merupakan bentuk komitmen kepada organisasi secara makro atau keseluruhan seperti menghadiri pertemuan, menyampaikan pendapat atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi,
- Self-development. George dan Brief mendefinisikan dimensi ini sebagai bentuk perilaku individu yang sukarela meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sendiri seperti mengikuti kursus, pelatihan, seminar atau mengikuti perkembangan terbaru dari bidang yang ia kuasai (Podsakoff, 2000).
- Sementara ada empat faktor yang mendorong munculnya OCB dalam diri karyawan. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional dan perilaku pemimpin (Podsakoff, 2000). Karakteristik individu ini meliputi persepsi keadilan, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan persepsi dukungan pimpinan, karakteristik tugas meliputi kejelasan atau ambiguitas peran, sementara karakteristik organisasional meliputi struktur organisasi, dan model kepemimpinan.
Menurut
Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-masingnya
bersifat unik, yaitu:
- Altruism, kesediaan untuk menolong rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya dalam situasi yang tidak biasa,
- Civic virtue, menyangkut dukungan pekerja atas fungsi-fungsi administratif dalam organisasi,
- Conscientiousness, menggambarkan pekerja yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab lebih dari apa yang diharapkan,
- Courtesy, perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain,
- Sportsmanship, menggambarkan pekerja yang lebih menekankan untuk memandang aspek-aspek positif dibanding aspek-aspek negative dari organisasi, sportsmanship menggambarkan sportivitas seorang pekerja terhadap organisasi.
Dalam
pengukuran ini menggunakan skala Morison dalam Dwi (2007) yang dapat
dijadikan sebagai kisi-kisi instrumen yang dijelaskan sebagai
berikut:
Kategori
1 Altruism
meliputi:
- Perilaku membantu orang tertentu,
- Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat,
- Membantu orang lain yang pekerjaannya overload,
- Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta,
- Membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat mereka tidak masuk
- Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pekerjaan,
- Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta,
- Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki permasalahan,
- Membantu pelanggan dan para tamu jika mereka memiliki permasalahan,
- Kehadiran, kepatuhan terhadap aturan dan sebagainya,
- Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai,
- Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada musim ataupun lalu lintas dan sebagainya,
- Berbicara seperlunya dalam percakapan ditelepon,
- Tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan,
- Datang segera jika dibutuhkan,
- Tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6 hari,
- Kategori 3 Civic Virtue meliputi:
- Kemauan untuk bertoleransi tapa mengeluh,
- Menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat,
- Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi,
- Tidak mengeluh tentang segala sesuatu,
- Tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya.
Kategori
4 Cortesy
meliputi:
- Keterlibatan dalam fungsi –fungsi yang membantu organisasi,
- Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image organisasi,
- Memberikan perhatian terhadap pertemuan yang dianggap penting,
- Membantu mengatur kebersamaan secara departemental,
Kategori
5 Sportmanship
meliputi:
- Menyimpan informasi tentang kejadian atau perubahan dalam organisasi,
- Mengikuti perubahan dan perkembangan dalam organisasi,
- Membaca dan mengikuti pengumuman organisasi,
- Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi.
Manfaat
Organization
Citizenship Behavior
- OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
- Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut,
- Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok.
- OCB meningkatkan produktivitas manajer
- Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja,
- Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.
- OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan
- Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan,
- Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting,
- Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut,
- Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.
- OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok
- Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok
- Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang
- OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja
- Menampilkan perilaku eivie virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok,
- Menampilkan perilaku eourtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
- OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik
- Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik,
- Memberi eontoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan keeil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.
- OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
- Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan eara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja,
- Karyawan yang eonseientiuous eenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi seeara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja.
- OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan
- Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan eepat,
- Karyawan yang seeara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi,
- Karyawan yang menampilkan perilaku eonseientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
LEADERSHIP
Ada
beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
- Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24
Kepemimpinan
adalah
pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui
proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu .
- Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7
Kepemimpinan
adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
- Rauch & Behling, 1984, 46
Kepemimpinan
adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur
untuk mencapai tujuan bersama.
- Jacobs & Jacques, 1990, 281
Kepemimpinan
adalah suatu proses yang memberi arti pada kerjasama dan dihasilkan
dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan.
Banyak
definisi
kepemimpinan
yang
menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses
mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini,
dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan
aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John
C. Maxwell
mengatakan bahwa “inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau
mendapatkan pengikut”.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
(leadership) adalah
suatu proses yang dilakukan manajer perusahaan untuk mengarahkan
(directing) dan mempengaruhi (influencing) para bawahannya dalam
kegiatan yang berhubungan dengan tugas (task-related activities),
agar bawahannya tersebut mau mengerahkan seluruh kemampuannya-baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu tim, untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan perusahaan.
Fungsi-fungsi
kepemimpinan meliputi kegiatan
dan tindakan
sebagai berikut:- Pengambilan keputusan
- Pengembangan imajinasi
- Pendelegasian wewenang kepada bawahan
- Pengembangan kesetiaan para bawahan
- Pemrakarsaan, penggiatan dan pengendalian rencana-rencana
- Pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
- Pelaksanaan keputusan dan pemberian dorongan kepada para pelaksana
- Pelaksanaan kontrol dan perbaikan kesalahan-kesalahan
- Pemberian tanda penghargaan kepada bawahan yang berprestasi
- Pertanggungjawaban semua tindakan
Menurut
Stoner
ada dua gaya kepemimpinan yang biasa digunakan oleh seorang pemimpin
dalam mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya, yaitu :
- Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
- Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerja
Menurut
Koontz,
O’Donnell
dan
Weihrich,
gaya kepemimpinan dapat digolongkan berdasarkan cara pemimpin dengan
menggunakan kekuasaannya, antara lain :
- Otokratik, pemimpin dengan gaya otokratik pada umumnya memberikan perintah-perintah dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Para komandan militer di medan perang umumnya menerapkan gaya ini. Pemimpin yang menerapkan gaya ini tidak memberikan cukup waktu kepada para bawahan untuk bertanya dan hal ini lebih sesuai pada situasi yang memerlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Gaya ini juga cocok untuk diterapkan pada situasi di mana pimpinan harus cepat mengambil keputusan sehubungan adanya desakan para pesaing. Gaya otokratik ini tidak selalu jelek seperti persepsi orang selama ini. Untuk menghadapi anggota tim yang malas, tidak disiplin, susah diatur, dan selalu menjadi trouble maker, gaya kepemimpinan otokratik sangat tepat untuk digunakan oleh seorang ketua tim.
- Demokratik atau Partispatif, pemimpin dipandang sebagai orang yang tidak akan melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan bawahannya. Jadi pemimpin mengikutsertakan pendapat bawahannya sebelum mengusulkan suatu kegiatan atau keputusan.
- Free Rein (gaya bebas terkendali), pada umumnya pemimpin memposisikan dirinya sebagai konsultan bagi para bawahannya dan cenderung memberikan kewenangan kepada para bawahan untuk mengambil keputusan. Dengan gaya ini seorang pemimpin lebih menekankan kepada unsur keyakinan bahwa kelompok pekerja telah dapat dipercaya karena seringnya menyampaikan pendapat dan gagasannya, telah mengetahui apa yang harus dikerjakan dan mengetahui bagaimana mengerjakannya sehingga pemimpin hanya tut wuri handayani (broad based management). Pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator melalui pemberian informasi dan sebagai orang yang berhubungan dengan kelompok lain.
Seorang
pemimpin yang efektif tidak ditentukan oleh gaya atau tipe
kepemimpinan yang digunakan dalam memimpin kelompok, tetapi
tergantung pada cara menerapkan tipe/gaya kepemimpinan tersebut pada
situasi yang sesuai.
Banyak
studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang.
Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard,
yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan
ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan
perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.
Keempat gaya tersebut adalah :
- Directing. Gaya yang tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
- Coaching. Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
- Supporting. Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
- Delegating. Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
BUDAYA
ORGANISASI
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh
para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang
dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi
Menurut Para Ahli
- Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
- Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
- Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
- Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
- Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
Level
Budaya Organisasi
Dalam
mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam
sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai
pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85)
mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
Artefak Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka
Hakikat Budaya Organisasi
Penelitian
menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara
keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
- Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
- Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
- Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
- Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
- Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
- Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
SUMBER-SUMBER BUDAYA ORGANSASI
Tosi,
Rizzo, Carroll (1994) mengatakan bahwa budaya organisasi dipengaruhi
oleh empat factor, yaitu: (1) pengaruh umum dari luar yang luas, (2)
pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat (societal
values),
dan (3) factor-faktor spesifik dari organisasi, (4) nillai-nilai dari
kondisi dominan.
- Pengaruh eksternal yang luas. (Broad external influences). Mencakup factor-faktor yang tidak dapat dikedalikan oleh organisasi, seperti lingkungan alam (adanya empat musim atau iklim tropis saja) dan kejadian-kejadian bersejarah yang membentuk masyarakat (sejarah raja-raja dengan nilai0nilai feudal).
- Nilai-nilai budaya dan budaya nasional (soctetal values and national culture). Keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas (misalnya kebebasan individu, kolektivisme, kesopansantunan, kebersihan, dan sebagainya).
- Unsur-unsur khas dari organisasi (organization specifis elements). Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam usaha mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Penyelesaian yang merupakan ungakapan dari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan. Keberhasilan mengatasi masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi. Misalnya masalah menghadapi kesulitan usaha, biaya produksi terlalu tinggi, pemasaran biayanya tinggi juga, maka dicari jalan bagaimana penghematan di segala bidang dapat dilakukan. Jika ternyata upayanya berhasil, biaya produksi dapat diturunkan demikian juga biaya pemasaran, maa nilai untuk bekerja hemat (efisien) menjadi nilai utama dalam perusahaan. Dalam sumber budaya yang ketiga di atas, unsure-unsur khas dari organisasi, kita temukan konsep budaya organisasi dari Schein.
Fungsi
Budaya Organisasi
Menurut Robbins
(1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
- Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
- Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
- Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
- Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
- Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Menciptakan
Budaya Organisasi
Isu
dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi
dan perilaku etis para anggotanya. Budaya
sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk
standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya
terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal keagresifan,
dan fokus pada sarana selain itu juga hasil. Manajemen dapat
melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis,
yaitu:
- Model peran yang visibel
Karyawan
akan melihat sikap dan perilaku manajemen puncak (Top Manajemen)
sebagai acuan / landasan standar untuk menentukan perilaku dan
tidakan - tindakan yang semestinya diambil.
- Komunikasi harapan etis
Ambiguitas
etika dapat diminimalisir dengan menciptakan dan mengkomunikasikan
kode etik organisasi.
- Pelatihan etis
Pelatihan
etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi,
menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani
dilema etika yang
mungkin muncul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar